Karena Berbagi Tak Pernah Rugi

Media Sosial, Antara Alat Masak & Senjata Perang

5 893

Media sosial menurut Wikipedia adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.

Di kehidupan sehari-hari, media sosial bagaikan sebilah pisau; ia bisa membuat masakan nan lezat, namun ia bisa juga menjadi senjata perang nan mematikan.

Hal ini senada seperti yang disampaikan oleh Pengajaran UGM, Dr. Sri Suning Kusumawardani, S.T., M.T., dalam kesempatan diskusi seputar Etikasi Komunikasi Media Sosial yang digelar di UGM. Beliau mengatakan bahwa media sosial memiliki dampak positif serta negatif. Manfaat positif adanya media sosial diantaranya memudahkan komunikasi dan berbagi informasi hingga melakukan transaksi bisnis. Namun di balik itu, media sosial juga membawa dampak negatif, yaitu penurunan kemampuan berkomunikasi di dunia nyata, kemerosotan moral di kalangan masyarakat, diabaikannya aturan ejaan dan tata bahasa, serta semakin maraknya pornografi, penipuan, dan cybercrime lainnya.

“Media sosial merupakan media yang bebas untuk digunakan namun diperlukan etika untuk membatasi kebebasan tersebut. Etika membantu kita berperilaku tepat dalam penggunaan media sosial yang kerap digunakan untuk menyebarluaskan berita-berita yang kurang baik,” jelasnya.

Media sosial sejatinya membawa revolusi besar pada berbagai bidang. Media sosial saat ini membawa perubahan besar pada cara berfikir, cara berperilaku bahkan cara menggerakkan sebuah ide.

Bait kata Koentjoro, staff di UGM ini bisa menggambarkan peran media sosial saat ini.

Revolusi media social tidak dapat dibendung lagi.
Dari mediumnya computer, HP atau Gadget
semua memfasilitasi orang untuk bermedia social

Kalau dulu orang bilang itu tabu, media social memfasilitasi untuk tahu
Kalau dulu orang bilang itu saru, media social memfasilitasi untuk tahu
Kalau dulu orang bilang itu tidak sopan, media social tetap mewartakan
Kalau dulu orang bilang itu tidak pantas, media social menyatakan ini jaman bebas
Kalau dulu orang bilang itu menyakitkan hati, media social bilang itu soal nanti

Kalau mereka ditanya mana fungsi pendidikan, hiburan dan informasi?
Media social menjawab: tergantung interpretasi….

Media social telah mengobrak-abrik pengetahuan dan makna kebenaran
Lihatlah kasus SN, masalah etika tercampur dengan masalah hukum.
Jelas di mata awam bahwa pantas tidak pantas berbeda dengan salah benar,
Apakah yang mulia terhormat tidak tahu atau disetir kepentingan tertentu?
Apakah yang mulia terhormat juga tidak tahu kalau keputusan kalian dapat digunakan sebagai Jurisprudensi?

Media social mulutmu harimaumu,
Apa yang kita ucapkan
Apa yang kita wartakan
Adalah
Harimau yang siap menerkam penuturnya

Marilah kita lebih arif, bijak dan berhati-hati dalam bertindak, menulis dan berucap.
Sembari berusaha dan berdoa kita jaga agar mulut, tangan dan tubuh kita dapat menjadi sarana Ibadah dan keberserahan diri kita kepada Illahi Robbi.

02 Januari 2016

Jauh sebelum media sosial booming, ilmuwan besar Albert Einstein (1879-1955) sudah mengingatkan akan kejamnya perkembangan teknologi, tak terkecuali produk teknologi bernama media sosial :

“It has become appallingly obvious that our technology has exceeded our humanity”

-Sudah semakin terlihat jelas bahwa teknologi kita telah melampaui kemanusiaan kita-

IMG_0003
Albert Einstein (sumber : buku Cakap Bermedia Sosial, Kominfo 2016)

Di era kekinian, media sosial menjelma menjadi ladang pertempuran : baik – buruk, benar – salah, simpati – antipati , cermat – gegabah, berhati-hati – latah. Isu-isu sensitif menjadi medium paling ampuh untuk mengoyak keberagaman. Masing jelas diingatan kita betapa booming media sosial menjadi tempat pertempuran paling sengit pemilihan presiden. Bertebaran hoax dengan ribuan share. Pun isu SARA begitu mudahnya berhamburan di media sosial. Masyarakat dengan mudahnya terhasut untuk turut membagikan kasak kusuk berita yang belum  terbukti kebenarannya.

Erik Qualman dalam bukunya berjudul “Socialnomics: How Social Media Transforms” menuliskan bahwa kita telah memasuki era baru. Dahulu, informasi berasal dari sedikit orang kemudian didistribusikan ke banyak orang, sehingga produksi informasi bisa merupakan hal yang bersifat elitis, tetapi sekarang informasi bergerak dari banyak orang ke lebih banyak orang lagi. Setiap orang bisa memproduksi informasi dan mendistribusikannya ke banyak pihak tanpa batas.

Nah sekarang tinggal bagaimana masyarakat menerima informasi ini : apakah akan mencerna, atau akan latah membagikan tanpa croscek. Media sosial akan menjadi musibah tatkala penggunanya tidak menghormati keberagaman. Begitu sebaliknya, media sosial akan menjadi berkah apabila individu yang ada didalamnya saling menghormati keberagaman.

Potret keberagaman Indonesia (foto: http://catatanfriska.blogspot.co.id)
Potret keberagaman Indonesia (foto: http://catatanfriska.blogspot.co.id)

Sejarah mengajarkan kita betapa Indonesia itu dibangun dari keberagaman : ada 17.508 pulau dengan ratusan suku bangsa, bahasa yang berbeda, budaya yang berbeda, agama yang berbeda dan warna kulit yang berbeda.

Sejarah juga membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan dan saling mengisi. Semua berjalan secara harmoni. Pun demikian di era penjajahan tokoh dari seantero nusantara bersatu mengusir penjajah tanpa memandang suku dan agama. Semua membuktikan bisa harmoni, saling bekerjasama dalam memerdekakan Indonesia.

Maka akan sangat mengherankan jika kehadiran media sosial justru membuat kita bercerai berai. Bukankan seharusnya justru mengeratkan hubungan antar warna negara? Media sosial menjadi sarana untuk mendekatkan 17.508 pulau yang tersebar ini. Media sosial seolah menjadi jendela mengintip indah dan beragamnya Indonesia.

So, media sosial adalah sarana merekatkan keberagaman, menumbuhkan kebersamaandan bukan sebaliknya.

 * Artikel ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog yang diselenggarakan oleh ICRS dan Sebangsa

logo-icrs-10-b

  1. Hastira says

    betul mas, sangat benar

    1. Dimas Suyatno says

      Begitulah. Semoga kita bisa menggunakan media sosial secara bijak.

  2. Indah Juli says

    Setuju, media sosial adalah jembatan kita untuk bersilaturahmi dengan para penikmat online lainnya, bukan menjadi ajang perang atau bermusuhan.

    1. Dimas Suyatno says

      Super sekali mbak Indah Juli

  3. D Sukmana Adi says

    wah bos, mbok aku di fotocopykan bukunya (ntar ak ganti), klo ada yg jual belinya dimana?

Leave A Reply

Your email address will not be published.