Belakangan ini banyak lembaga yang menawarkan pinjaman daring melalui sms maupun media sosial. Hampir tiap hari ada saja sms masuk yang menawarkan pinjaman daring atau online. Lembaga yang nawarkan pun bermacam, ada yang menggunakan nama yang sudah familiar, namun banyak yang tidak jelas dari mana asalnya. Nah kita sebagai konsumen harus bijak, jangan sampai terkena bujuk rayu karena ingin dana cepat modal KTP ini.
Nah, kebetulan saya berkesempatan hadir dalam bincang bersama Tempo.com dalam acara Ngobrol Tempo, Manfaat Ekonomi Fintech Lending di La Taverna Café & Resto Solo pada Kamis (23/5). Hadir dalam kesempatan ini beberapa pembicara yang kompeten di bidangnya diantaranya : Tito Aji Siswantoro selaku Kepala OJK Surakarta, Munawar selaku Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian & Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK); Irwan Tri Nugroho , akademisi dari UNS; dan Sonny Ch. Joseph selaku CEO dan Co-faunder Batumbu
Menurut Munawar ada beberapa fakta di dunia perbankan yang menjadi tantangan sekaligus potensi bagi berkembangnya fintech landing. Berdasarkan data, ada 1,7 miliar orang dewasa yang tidak memiliki akun di bank.
Indeks literasi keuangan Indonesia pada tahun 2013 sebesar 21,84% dan tahun 2016 sebesar 29,66% dan pada akhir tahun 2019 ditargetkan naik menjadi 35%. Ada beberafa fakta di bidang perbankan. Sekitar 45 juta unit UMKM belum mendapatkan akses pembiayaan IJK.
Data menunjukkan bahwa pada tahun ini pertumbuhan digitalisasi di Indonesia meningkat jauh lebih besar dari peningkatan 1,1% yoy. Indonesia sendiri memiliki jumlah unique mobile user mencapai 133% dari total populasi. Jumlah pengguna internet mencapai 150 juta dengan pertumbuhan 13% yoy. Ini merupakan pasar yang besar dan terus bertumbuh untuk potensi pengembangan fintech di Indonesia.
Fintech sendiri merupakan layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi yang meliputi pembayaran, pendanaan, perbankan, pasar modal, perasuransian, jasa pendukung dan inovasi keuangan digital. Salah satu ciri fintech adalah memanfaatkan internet dan smartphone dalam pengaplikasiannya.
Fintech lending/ peer to peer lending/ pinjaman daring merupakan layanan pinjam meminjam uang secara langsung antara kreditur atau pemberi pinjaman dan debitur atau penerima pinjaman berbasis teknologi informasi.
Saat ini di Indonesia sudah ada lebih dari 100 perusahaan fintech. Selain fintech yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, ada juga fintech yang illegal. Masyarakat perlu waspada dan turut mengawasi jika menemukan ada fintech yang illegal.
Kehadiran fintech di Indonesia merupakan solusi bagi masyarakat yang tidak bisa mengakses perbankan dan tidak bisa dilayani perbankan semisal pinjaman yang cepat cair. Kekosongan ini menjadi peluang berkembangnya fintech di Indonesia.
Fintech landing terbukti memiliki kontribusi nyata diantaranya menyerap tenaga kerja sebesar 215.433 orang. Fintech landing juga terbukti meningkatkan penyaluran kredit khususnya sektor UMKM. Selama dua tahun, fintech telah menambah GDP sebesar Rp 25,97 Triliun. FIntech juga mampu menstimulus pertumbuhan perbankan sebesar 0,8 %, perusahaan pembiayaan 0,6% dan ICT 0,2%.
OJK sendiri telah membuat regulagi terkait fintech ini. Regulasi ini diantaranya dalam POJK-77/POJK.01 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang mengatur penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam secara langsung melalui system elektronik. Selain itu diatur pula dalam POJK-37/POJK-04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi yang mengatur mengenai kegiatan penawaran saham oleh penerbit secara langsung kepada pemodal melalui system elektronik yang meliputi kegiatan usaha, kelembagaan dan perijinan, dan tata kelola TI penyelenggaraan ECF, serta persyaratan, hak, kewajiban dan perlindungan penggunaan ECF. POJK ini juga mengatur batasan jumlah dan masa penawaran saham, mekanisme penyerahan dana dan saham dan perdagangan saham pada pasar sekuler.
OJK memberikan perlindungan kepada konsumen agar dana tidak hilang, dana tidak disalah gunakan, konsumen tidak makin susah. Selain itu perlindungan yang lebih luas yakni untuk kepentingan nasional juga dilakukan untuk pencegahan shadow banking dan atau ponzi scheme, penerapan prinsip anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme serta menjaga stabilitas sistem keuangan negara.
Masyarakat harus selalu teliti akses aplikasi yang diminta. Fintech resmi dibawah OJK tidak akan meminta akses yang aneh semisal data kontak. Banyak kasus pinjaman online yg berujung dengan penagihan lewat kontak orang terdekat. Ini jelas fintech illegal. Berdasar data sementara, terdapat Fintech legal yang sudah terdaftar di OJK hanya sebanyak 113 dan yang ilegal tercatat sangat banyak yakni mencapai 947. So, sebagai konsumen kita harus benar-benar berhati-hati agar tidak terjaadi kasus yang tidak kita inginkan.