Membangunkan PG Colomadu Melalui Pertunjukan Seni Fabriek Fikr
Pabrik Gula Colomadu … Anda yang pernah tinggal di kawasan Karanganyar, Solo, Sukoharjo dan sekitarnya pasti tahu dengan tempat yang satu ini. Pabrik ini merupakan peninggalan kejayaan Mangkunagaran pada abad ke-19. Didirikan oleh KGPAA Mangkunagara IV dan merupakan saksi bisu zaman keemasan agroindustri pada masa kolonial. Pabrik gula ini sendiri ditutup pada awal abad ke-21, tepatnya tahun 1998.
Malam itu seperti biasa saya cek sosmed di handphone, ada notifikasi. Seorang teman ingin memberikan undangan untuk menonton pertunjukan seni di pabrik gula Colomadu, Tanpa berfikir panjang saya ambil undangan itu. Saya begitu penasaran dengan kondisi pabrik saat ini, apalagi pertunjukan ini dimotori oleh seorang seniman besar, Sardono W Kusuma. Beliau adalah seorang penari, koreografer, dan sutradara film hebat. Ia adalah salah seorang tokoh tari kontemporer Indonesia. Menurut catatan Wikipedia, Sardono pertama kali belajar menari tarian klasik Jawa ‘alusan’ pada R.T. Kusumo Kesowo (master tari kraton Surakarta). Pada tahun 1961, R.T. Kusumo Kesowo menciptakan sendratari kolosal Ramayana yang dipentaskan di Candi Prambanan. Tari kolosal ini melibatkan 250 penari dengan dua set orkestra gamelan. Sardono pernah mendapatkan penghargaan Prince Claus Awards dari Kerajaan Belanda pada tahun 1997. Sejak 14 Januari 2004 ia adalah Guru Besar Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Saya sendiri sudah menyaksikan beberapa pertunjukan beliau di Solo.

Setelah sekian tahun jauh dari hiruk pikuk keramaian, Sardono W Kusuma menghidupkan kembali pabrik ini. Seniman yang turut ambil bagian dalam pertunjukan Sardono’s Retropective, Fabriek FIkr begitu bersemangat. Bahkan tengah malam beberapa hari sebelum pertunjukan, mereka ingin melihat bagian dalam pabrik begitu tahu venue pertunjukan di PG. Colomadu “Nggak ada yang berani malam-malam masuk ke area dalam pabrik yang sudah puluhan tahun mangkrak ini. Namun teman-teman sudah nggak sabar ingin segera melihat venue saat itu juga” tutur Sardono.
Pertunjukan ini sendiri merupakan persiapan menuju Singapore International of Arts (SIFA) yang akan digelar tahun depan. Pertunjukan melibatkan berbagai seniman tari kontemporer dari Papua, Solo, Yogyakarta, dan beberapa daerah lainnya. Pertunjukan yang dikemas sebagai pesta budaya ini juga menghadirkan penyair besar Sapardi Djoko Damono, Digelar berturut-turut selama tiga hari yakni 20,21, dan 22 November 2015. Acara pesta budaya ini masuk dalam rangkaian acara HUT Kabupaten Karanganyar ke-98.
Pertunjukan ini sendiri berawal dari undangan direktur SIFA yang tertarik dengan karya film yang digarap bersama Faozan Rizal. Film ini panjangnya 40 jam yang ia sebut sebagai extended cinema. Menurut Sardono, ini merupakan sebuah genre baru dalam sebuah film yang telah menjalani proses syuting selama sekitar delapan tahun di berbagi negara.

Pertunjukan tari ternyata tak melulu menampilkan tari tradisional yang oleh sebagian generasi muda dianggap kaku, kuno dan sebagainnya. Sardono menampilkan gagasan yang out of the box. Gerakan yang tidak biasa namun sarat dengan makna, Olah tubuh yang gemulai dengan sedikit iringan suara musik membuat pabrik gula ini seolah hidup lagi. Begitu bergairah, namun tetap sesekali nuansa mistis terasa.

Di bagian depan pertunjukan, nampak sekelompok masyarakat papua mengeksplorasi roda-roda besar penggiling tebu. Mereka memainkan sebuah fragmen, menunjukkan kepada pengunjung sebuah transformasi budaya.

Dibagian lain ada penari serimpi yang gemulai menari, Ternyata bukan hanya tari tradisional, Sardono juga menampilkan penari hip hop bahkan komputerisasi music elektronik.

Sardono juga membingkai cerita salah satu aset PTPN IX dalam bentuk tayangan 3D. Video 3D langsung ditembakkan ke salah satu bagian gedung kuno. Dari video ini seolah-olah pabrik ini hidup. Roda mesin bergerak, katub mesin membuka dan menutup dan asap keluar dari cerobong.

Sementara diluar gedung berjajar puluhan stand, jajanan kuliner dan modern mengisi stand pesta rakyat ini. Dibagian depan sebuah panggung kokoh berdiri, disinilah Sapardi Djoko Damono membacakan puisi di malam harinya. Malam itu Sapardi membacakan puisi “Mantra Orang Jawa” dengan diiringi suara seriosa dan teatrikalisasi dari belakang panggung.
Kelihatannya bagus pertunjukkannya 🙂
Memang bagus kok mbak. Beruntung mendapat kesempatan menyaksikan
Wah idenya memang keren, gak melulu soal tari tradisional. Juaralah ini
Iya, tari tradisional tetap ada namun dengan konsep yang berbeda.
Asik mas bacanya.
Asik jg bs masuk ke pabrik bersejarah yg udh lama ga beroperasi. Tp masuknya emg mesti rame2 ya hehe
Terimakasih. Ditunggu main-mainnya ke Solo lagi mas Dedi
penuh dengan citarasa seni yang tinggi
yup!
Colomadu ini kan pabrik gula yaaaa, tapi keren dijadikan ajang kreatifitas seni
Betul. tapi sekarang sudah tidak beroperasi lagi
ini sangat menarik sekali untuk di tonon. mengandung nil nila seni yang sangat aman tinggi.