RGE Melestarikan Batik Sembari Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Masyarakat
Di tengah gempuran budaya asing yang masuk akibat era globalisasi, budaya asli Indonesia kian terdesak. Hal ini mengundang keprihatinan dari berbagai pihak di dalam negeri termasuk Royal Golden Eagle (RGE). Maka, sebisa mungkin mereka berusaha menjaga dan melestarikannya.
Salah satu hasil budaya bangsa kita yang terkenal adalah batik. Beberapa waktu lalu, batik sempat menjadi kontroversi karena hendak dipatenkan oleh pihak lain. Namun, ada hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut. Rakyat Indonesia bereaksi dan rasa cinta terhadap batik muncul.
Terkait batik, Royal Golden Eagle juga turut berkontribusi dalam pelestariannya. Perusahaan yang dulu bernama Raja Garuda Mas ini melakukannya karena sejalan dengan prinsip perusahaan. Pendirinya, pengusaha Sukanto Tanoto, menggariskan cara kerja unik di dalam tubuh RGE. Ia mewajibkan semua perusahaan di bawah naungan grup Royal Golden Eagle agar memberi manfaat kepada pihak lain.
Pertama, manfaat yang diberikan harus kepada perusahaan sendiri. Namun, anggota Royal Golden Eagle juga wajib berkontribusi positif bagi masyarakat dan negara. Belakangan, seiring kerusakan lingkungan yang memicu pemanasan global di dunia, Sukanto Tanoto menambahkan kewajiban baru supaya unit bisnis RGE mampu ikut melindungi kelestarian alam.
Pelestarian batik berkorelasi erat dengan manfaat yang diberikan ke masyarakat. Pasalnya, batik memiliki nilai jual tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan baru bagi keluarga.
Salah satu anak perusahaan Royal Golden Eagle yang secara konkrit melakukannya adalah PT RAPP. Mereka menjalankan sebuah program unik, yakni mendirikan Rumah Batik Andalan.
Mulai dirintis pada 2013, Rumah Batik Andalan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat di Kota Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Target utamanya adalah para istri pegawai serta petani perkebunan yang sebelumnya lebih sering menganggur ketika suaminya bekerja.
Oleh PT RAPP, mereka diajari cara membatik. Namun, langkah pertama tidak akan pernah mudah. Membatik bukan bagian dari keseharian warga di sana sejak dulu, sehingga mereka kesulitan. “Setelah berlatih selama dua minggu, kami lantas vakum karena masih bingung batik ini mau dijadikan apa,” kata salah seorang peserta, Siti Nurbaya, seperti dikutip oleh Antara Riau.
Akibatnya peminat pelatihan menyusut drastis. Dari sekitar 50 orang cuma tinggal separuhnya. Namun, anak perusahaan Royal Golden Eagle yang bergerak dalam bidang industri pulp and paper ini tidak menyerah. Mereka berusaha mencari cara supaya minat berlatih tetap terjaga.
Cara yang ditempuh oleh PT RAPP cukup cerdik. Mereka “menyekolahkan” para peserta ke sejumlah daerah pusat batik nasional seperti Pekalongan, Yogyakarta, maupun Solo. Ini yang akhirnya berbuah manis. Kemampuan para binaan PT RAPP meningkat.
Selain itu, PT RAPP juga memberi semangat dengan memanfaatkan batik buatan binaan sebagai suvenir untuk para tamu perusahaan. “Itu pun kami masih tetap belum percaya diri karena motif batiknya masih amburadul, tapi saya hargai mereka (perusahaan, Red.) tetap mengambilnya juga,” kata Siti.
MULAI MENEMUKAN IDENTITAS
Dukungan tanpa henti yang diberikan oleh PT RAPP pelan-pelan semakin menghasilkan buah positif. Pada 2014, para warga binaan Rumah Batik Andalan mulai menemukan identitas batik sendiri. Ternyata mereka menyukai warna khas batik Pekalongan yang cerah. Namun, semua itu dipadu dengan ciri khas sendiri.
Motif batik pertama yang dilahirkan adalah Bono. Ini terinspirasi dari fenomena alam unik khas di Sungai Kampar dan Sungai Rokan yang berada di sekitar area mereka.
Bono sejatinya merupakan pertemuan arus ombak unik yang terjadi akibat pertemuan arus sungai dengan air laut yang hendak menuju ke sana akibat pasang. Ombaknya sangat tinggi, sehingga berbahaya bagi pelayaran. Namun, belakangan Bono malah populer dimanfaatkan sebagai sarana berselancar.
Bono sangatlah unik. Banyak peselancar kelas dunia yang akhirnya datang ke sana untuk menjajal menaiki ombak tersebut. Hal itulah yang akhirnya dituangkan sebagai motif mitra Rumah Batik Andalan. “Kami sampai melihat Bono langsung untuk membuat motif ini,” kata Siti.
Selain Bono, sejumlah motif lain juga dilahirkan oleh binaan Rumah Batik Andalan. Lagi-lagi semua terinspirasi dari kondisi alam di sana seperti motif daun eucalyptus, daun akasia, lakum, sebuah buah khas lokal yang mirip dengan anggur, serta timun suri.
Seiring dengan penemuan identitas motif, peminat batik khas Pelalawan juga meningkat. Maka, kini pesanan berdatangan karena banyak yang menyukainya. “Sejak kami bisa memproduksi batik sendiri, kami tidak pernah berhenti kerja karena pesanan selalu ada,” kata Siti.
Manfaat ekonomi pun direguk. Kini para istri juga punya penghasilan untuk mendukung perekonomian keluarga. Berkat pelatihan dari RAPP yang menggandeng Tanoto Foundation sebagai fasilitator, mereka jadi produktif.
Dari tidak bisa apa-apa, kini saya bisa membatik berkat pelatihan dari Tanoto Foundation. Saya juga dibantu untuk memasarkan produk batik saya. Hasilnya cukup untuk menambah penghasilan keluarga,” tutur salah seorang binaaan RAPP, Yusfaini.
BANTUAN MEMATENKAN HAK CIPTA
Dukungan yang diberikan oleh anak perusahaan Royal Golden Eagle itu untuk Rumah Batik Andalan tidak setengah-setengah. Selain melatih, mereka juga membantu pemasaran. Bukan hanya itu, RAPP ikut menolong untuk proses pematenan hak cipta motif batik yang dibuat.
Hal ini sangat penting. Pasalnya, kekayaaan intelektual semacam ini perlu dilindungi. Jika tidak, nanti akan ada yang memanfaatkannya secara ilegal, misalnya meniru motifnya tanpa meminta izin. Sia-sialah upaya yang dilakukan oleh binaan Rumah Batik Andalan.
Motif pertama yang dipatenkan adalah motif Bono. Hal itu terjadi pada 2015. Menyusul setahun sesudahnya, lima motif lain juga menjalani proses pematenan hak cipta. Hasilnya pun sukses hingga kini warga Pelalawan bisa dengan bangga menyebut diri memiliki motif batik khas daerahnya.
“Berkat paten ini, orang lain tidak bisa mengklaim motif ini sebagai milik mereka,” kata salah seorang binaan, Hari Fitri Rahmadhani, seperti dikutip di Inside RGE.
Melihat perkembangan yang menggembirakan tersebut, PT RAPP semakin serius mengembangkan Rumah Batik Andalan. Mereka mengeluarkan dana sebesar Rp50 juta untuk membangun tokonya, demi mempermudah penjualan batik khas Pelalawan tersebut.
Tentu saja manfaat yang dirasakan para binaan Royal Golden Eagle itu semakin besar. Kalau dulu hanya menerima pesanan, kini toko mereka juga ramai dikunjungi oleh pembeli.
“Klien rutin kami terdiri dari pejabat pemerintah setempat, perusahaan lokal, tamu-tamu perusahaan dari Singapura, dan lain-lain,” papar Fitri.
Kini, Rumah Batik Andalan mulai mampu mandiri tanpa dukungan dari PT RAPP. Modal yang dikeluarkan sudah kembali. Selain itu, mereka mampu membiayai operasional sendiri dari hasil penjualan produk. Bahkan, keuntungan mulai diperoleh.
Keberhasilan seperti ini yang diharapkan oleh Royal Golden Eagle, di mana perusahaan bisa memberi manfaat bagi masyarakat, khususnya dalam meningkatkan perekonomian keluarga.
Namun, lebih dari itu, kontribusi terhadap negara juga diberikan. Pasalnya, RGE melalui PT RAPP membantu melestarikan kebudayaan khas bangsa, yakni budaya membatik yang menjadi kebanggaan Indonesia.
Sumber Data : http://www.sukantotanoto.com/
aku sekarang pengen koleksi kain batik, buat foto ala-ala gitu mas :)) nasionalis :p
wah. bagus koh. Batik harus lestari
Lestarikan batik, lestarikan budaya indonesia
siapp